Post info

Taq :


Comments 0


Author: dispa

Marchell Budhi Atmojo Dalam upaya memperoleh pemahaman mengenai 
ilmu dan teori komunikasi, maka di awal pembahasan yang perlu kita
pahami bersama adalah pemahaman mengenai apa itu ilmu secara umum.
Banyak sekali pengertian yang bisa dikemukakan mengenai ilmu. Di bawah
ini akan diuraikan beberapa pengertian yang mencerminkan indikasi sebuah ilmu.
1. ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis,
pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut
kaidah-kaidah umum. (Nazir, 1988)
2. konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal, yaitu adanya
rasionalitas, dapat digeneralisasi dan dapat disistematisasi (Shapere, 1974)
3. pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas sosial (Schulz, 1962)
4. ilmu tidak hanya merupakan satu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tetapi juga merupakan suatu metodologi (Tan, 1954)
Dari empat pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa ilmu pada
dasarnya adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik
yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang
diperoleh manusia melalui proses berfikir. Itu artinya bahwa setiap
ilmu merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi objek kajian
dari ilmu terkait.
Pengertian ilmu identik dengan dunia ilmiah, karenanya ilmu
mengindikasikan tiga ciri:
1. ilmu harus merupakan suatu pengetahuan yang didasarkan pada logika.
2. ilmu harus terorganisasikan secara sistematis.
3. ilmu harus berlaku umum.
PENGERTIAN MENGENAI ILMU KOMUNIKASI
Pengertian mengenai ilmu komunikasi, pada dasarnya mempunyai ciri yang
sama dengan pengertian ilmu secara umum. Yang membedakan adalah objek
kajiannya, di mana perhatian dan telaah difokuskan pada peristiwa-
peristiwa komunikasi antar manusia. Mengenai hal itu Berger & Chafee
(1987) menyatakan bahwa Ilmu komunikasi adalah suatu pengamatan
terhadap produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan
lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan
digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan
dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang.
Pengertian di atas memberikan tiga pokok pikiran:
1. objek pengamatan yang jadi fokus perhatian dalam ilmu komunikasi
adalah produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan
lambang dalam konteks kehidupan manusia.
2. ilmu komunikasi bersifat ilmiah empiris (scientific) dalam arti
pokok-pokok pikiran dalam ilmu komunikasi (dalam bentuk teori-teori) harus berlaku umum.
3. ilmu komunikasi bertujuan menjelaskan fenomena sosial yang
berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem tanda dan ambang.Sehingga secara umum ilmu komunikasi adalah pengetahuan tentang peristiwa komunikasi yang diperoleh melalui suatu penelitian tentang sistem, proses, dan pengaruhnya yang dapat dilakukan secara rasional
dan sistematis, serta kebenarannya dapat diuji dan digeneralisasikan.
PENGERTIAN MENGENAI TEORI KOMUNIKASI
Secara umum istilah teori dalam ilmu sosial mengandung beberapa
pengertian sebagai berikut:
ï® Teori adalah abstraksi dari realitas.
ï® Teori terdiri dari sekumpulan prinsip dan defenisi yang secara
konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia empiris secara sistematis.
ï® Teori terdiri dari asumsi-asumsi, proposisi-proposisi, dan aksioma
-aksioma dasar yang saling berkaitan.
ï® Teori terdiri dari teorema-teorema yakni generalisasi-generalisasi
yang diterima/terbukti secara empiris.
Dari unsur di atas dapat disimpulkan bahwa teori pada dasarnya
merupakan konseptualisasi atau penjelasan logis dan empirik tentang
suatu fenomena. Bentuknya merupakan pernyataan-pernyataan yang berupa
kesimpulan tentang suatu fenomena.
Teori memiliki dua ciri umum:
1. semua teori adalah “abstraksi†tentang sesuatu hal, yang berarti
suatu teori bersifat terbatas.
2. Semua teori adalah konstruski ciptaan individual manusia. Oleh
karena itu sifatnya relatif dalam arti tergantung pada cara pandang
sipencipta teori, sifat dan aspek yang diamati, serta kondisi-kondisi
lain yang mengikat seperti waktu, tempat dan lingkungan sekitarnya.
Jadi berdasarkan hal di atas teori komunikasi adalah konseptualisasi atau penjelasan logis tentang fenomena peristiwa komunikasi dalam kehidupan manusia.
PENJELASAN DALAM TEORI
Penjelasan dalam teori tidak hanya menyangkut penyebutan nama dan
pendefenisian variable-variabel, tetapi juga mengidentifikasikan
keberaturan hubungan diantara variable. Menurut Litlejohn (1987),
penjelasan dalam teori berdasarkan pada “prinsip keperluan†(the
principle of necessity) yakni suatu penjelasan yang menerangkan
variable-variabel apa yang mungkin diperlukan untuk menjelaskan atau
menghasilkan sesuatu. Misalnya untuk menghasilkan variable X, mungkin
diperlukan variable Y dan Z. selanjutnya dijelaskan pula bahwa prinsip
ini terdiri dari 3 macam, yaitu:
1. causal necessity (keperluan kausal). Berdasarkan pada azas sebab-
akibat. Misalnya karena ada X dan Z maka ada Y.
2. practical necessity (keperluan praktis). Mengacu pada hubungan
tindakan-konsekuensi. Menurut prinsip ini X dan Z memang bertujuan
untuk, atau praktis untuk menghasilkan Y.
3. logical necessity (keperluan logis). Prinsip ini berdasarkan asas
konsistensi logis. Artinya X dan Z secara konsisten dan logis akan
selalu menghasilkan Y.
SIFAT & TUJUAN TEORI
Menurut Abraham Kaplan (1964) sifat dan tujuan teori bukan semata-mata
untuk menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk
melilhat fakta, mengorganisasikan serta merepresentasikan fakta
tersebut. Karenanya teori yang baik adalah teori yang konseptualisasi
dan penjelasannya didukung oleh fakta serta dapat diterapkan dalam
kehidupan nyata. Bila sebaliknya, maka teori demikian tergolong teori
semu. Jadi teori yang baik harus memenuhi kedua unsure tersebut:
1. teori yang sesuai dengan realitas kehidupan
2. teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta
serta dapat diterapkan dalam kehidupan yang nyata.
FUNGSI TEORI
Mengenai fungsi teori, secara rinci Littlejohn menyatakan 9 fungsi
dari teori:
1. mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang suatu hal.
Ini berarti bahwa dalam mengamati realitas kita tidak boleh melakukan
secara sepotong-sepotong. Kita perlu mengorganisasikan dan
mensintesiskan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan nyata. Pola-pola
dan hubungan-hubungan harus dapat dicari dan ditemukan. Pengetahuan
yang diperoleh dari pola atau hubungan itu kemudian disimpulkan.
Hasilnya (berupa teori) akan dapat dipakai sebagai rujukan atau dasar
bagi upaya-upaya studi berikutnya.
2. memfokuskan. Teori pada dasarnya menjelaskan tentang sesuatu hal,
bukan banyak hal.
3. menjelaskan. Teori harus mampu membuat suatu penjelasan tentang hal
yang diamatinya. Misalnya mampu menjelaskan pola-pola hubungan dan
menginterpretasikan peristiwa-peristiwa tertentu.
4. pengamatan. Teori tidak sekedar memberi penjelasan, tapi juga
memberikan petunjuk bagaimana cara mengamatinya, berupa konsep-konsep
operasional yang akan dijadikan patokan ketika mengamati hal-hal rinci
yang berkaitan dengan elaborasi teori.
5. membuat predikasi. Meskipun kejadian yang diamati berlaku pada masa
lalu, namun berdasarkan data dan hasil pengamatan ini harus dibuat
suatu perkiraan tentang keadaan yang bakal terjadi apabila hal-hal
yang digambarkan oleh teori juga tercermin dalam kehidupan di masa
sekarang. Fungsi prediksi ini terutama sekali penting bagi bidang-
bidang kajian komunikasi terapan seperti persuasi dan perubahan sikap,
komunikasi dalam organisasi, dinamika kelompok kecil, periklanan,
public relations dan media massa.
6. fungsi heuristik atau heurisme. Artinya bahwa teori yang baik harus
mampu merangsang penelitian selanjutnya. Hal ini dapat terjadi apabila
konsep dan penjelasan teori cukup jelas dan operasional sehingga dapat
dijadikan pegangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
7. komunikasi. Teori tidak harus menjadi monopoli penciptanya. Teori
harus dipublikasikan, didiskusikan dan terbuka terhadap kritikan-
kritikan, yang memungkinkan untuk menyempurnakan teori. Dengan cara
ini maka modifikasi dan upaya penyempurnaan teori akan dapat
dilakukan.
8. fungsi kontrol yang bersifat normatif. Asumsi-asumsi teori dapat
berkembang menjadi nilai-nilai atau norma-norma yang dipegang dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, teori dapat berfungsi sebagai
sarana pengendali atau pengontrol tingkah laku kehidupan manusia.
9. generatif. Fungsi ini terutama menonjol di kalangan pendukung
aliran interpretif dan kritis. Menurut aliran ini, teori juga
berfungsi sebagai sarana perubahan sosial dan kultural serta sarana
untuk menciptakan pola dan cara kehidupan yang baru.
PENGEMBANGAN TEORI
Proses pengembangan atau pembentukan teori umumnya mengikuti model
pendekatan eksperimental yang lazim dipergunakan dalam ilmu
pengetahuan alam. Menurut pendekatan ini, biasa disebut Hyphotetif-
deductive method, proses pengembangan teori melibatkan empat tahap
sebagai berikut:
1. developing questions (mengembangkan pertanyaan),
2. forming hyphotheses (membentuk hipotesis)
3. testing the hyphotheses (menguji hipotesis)
4. formulating theory (memformulasikan theory)
(lihat bagan siklus empirik )
Siklus empiris menunjukan bahwa:
1. asumsi-asumsi teori dideduksi menjadi hipotesis. Asumsi disusun
berdasarkan suatu teori yang kemudian digunakan sebagai landasan pikir
dalam menganalisa suatu fenomena yang menjadi objek pengamatan kita.
Hipotesa merupakan asumsi atau dugaan sementara terhadap hal yang
diamati yang berupa suatu pernyataan yang terdiri dari sejumlah konsep
atau variabel.
2. hipotesis dirinci lagi ke dalam konsep-konsep operasional
(variabel) yang dapat dijadikan sebagai patokan untuk
pengamatan/observasi. Berdasarkan itu dibuat parameter penelitian dan
instrumen penelitian, contohnya quesioner.
3. hasil-hasil temuan dari pengamatan yang dilakukan melalui metode
dan pengukuran tertentu kemudian dibuat generalisasi yang akhirnya
diinduksi menjadi teori.
Ada beberapa patokan yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam
mengevaluasi kesahihan teori:
1. cakupan teoritis (theoritical scope). Teori yang dibangun harus
memiliki keberlakuan umum. Artinya dapat dijadikan standar untuk
mengamati fenomena yang berkaitan dengan teori tersebut.
2. kesesuaian (appropriatness). Apakah isi teori sesuai dengan
pertanyaan-pertanyaan atau permasalahan teoritis yang diteliti.
Artinya landasan pikirnya dapat memberikan cara yang sesuai dan benar
untuk menjawab pertanyaan penelitian.
3. heuristic. Apakah suatu teori yang dibentuk punya potensi untuk
menghasilkan penelitian atau teori-teori lainnya yang berkaitan.
Sebagaimana telah dijelaskan diawal suatu teori merupakan hasil
konstruksi atau ciptaan manusia, maka suatu teori sangat terbuka untuk
diperbaiki.
4. validity. Konsistensi internal dan eksternal. Artinya memiliki
nilai-nilai objektivitas yang akurat, karena teori merupakan suatu
acuan berpikir. Konsistensi internal mempersoalkan apakah konsep dan
penjelasan teori konsisten dengan pengamatan, sementara itu
konsistensi eksternal mempertanyakan apakah teori yang dibentuk
didukung oleh teori-teori lainnya yang telah ada.
5. parsimony. Kesederhanaan, artinya teori yang baik adalah teori yang
berisikan penjelasan-penjelasan yang sederhana. by : Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.
Referensi:
1. Sasa Djuarsa S., Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta. 2003
2. John Fiske, Introduction to Communication Studies, Sage Publications, 1996
3. Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communiation, Wadsworth
Publication, New Jersey, 1996.

0 Komentar:


Posting Komentar

kirimkan pesan anda